SMP MUHAMMADIYAH 3 LEKSONO
Jumat, 13 April 2012
Kamis, 12 April 2012
HIZBUL WATHAN
SEJARAH SINGKAT PANDU HIZBUL
WATHAN
DETIK DETIK LAHIRNYA HW
Pada suatu hari (Ahad) KH. Ahmad Dahlan
memanggil beberapa guru Muhammadiyah : Bp. Somodirdjo (Mantri Guru Standart
School Suronatan), Bp. Syarbini dari sekolah Muhammadiyah Bausasran dan seorang
lagi dari Sekolah Muhammadiyah Kota Gede.
KH. Ahmad Dahlan berkata kira-kira demikian :
“Saya tadi pagi di Solo sepulang dari
Tabligh sampai di muka Pura Mangkunegaran di alun-alun Surakarta melihat
anak-anak baris-berbaris, sebagian bermain-main, semuanya berpakaian seragam,
baik sekali! Apa itu??”.
Bp. Somodirjo menjelaskan bahwa itu adalah
Pandu Mangkunegaran yang namanya JPO (Javaanche Padvinderij Organisatie) ialah
suatu gerakan pendidikan anak-anak diluar sekolah dan rumah.
Mendengar keterangan tersebut KH. Ahmad Dahlan
menyambut :
“Alangkah baiknya kalau anak-anak
keluarga Muhammadiyah juga dididik semacam itu untuk leladi menghamba kepada
Allah, selanjutnya beliau mengharap kepada para guru untuk mencontoh gerakan
pendidikan itu”.
Bp. Somodirdjo dan Bp. Syarbini mempelopori
mengadakan persiapan – persiapan akan mengadakan gerakan pendidikan untuk
anak-anak diluar sekolah dan rumah. Mula-mula yang digerakkan untuk latihan
adalah para guru-guru sendiri dulu. Pendaftaran dimulai dan latihan pun
diadakan di SD Muhammadiyah Suronatan tiap Ahad Sore. Latihan meliputi
baris-berbaris, bermain tambur dan olahraga, kemudian ditambah dengan PPPK dan
kerohanian. Bp. Syarbini adalah seorang pemuda yang pernah mendapat pendidikan
kemiliteran melatih baris-berbaris. Banyak pemuda yang tertarik sehingga
pengikut latihan semakin banyak. Akhirnya diadakan penggolongan yakni golongan
dewasa dan anak-anak.
PADVINDER MUHAMMADIYAH
Tahun 1918 adalah saat Gerakan Hizbul wathan
melangkahkan langkahnya yang pertama dengan nama Padvinder Muhammadiyah. Nama
tersebut semakin populer. Untuk pengawasan Gerakan padvinder Muhammadiyah ini
diserahkan kepada Muhammadiyah bagian sekolahan. Oleh Muhammadiyah bagian
sekolahan tersebut dibentuklah pengurus sebagai berikut :
Ketua : H. Muchtar
Wakil
Ketua : H. Hadjid
Sekretaris
: Somodirdjo
Keuangan
: Abdul Hamid
Organisasi
: Siradj Dahlan
Komando : Sjarbini dan Damiri
Untuk memajukan gerakan tersebut, direncanakan
akan mengadakan studi ke JPO Solo. Agar kunjungan ke JPO Solo tersebut meriah,
bagian sekolahan mengusahakan uniform, kemeja drill kuning dan kemeja drill
biru, sedang untuk setangan leher untuk mudahnya menggunakan kacu yang banyak
dijual ialah kacu merah berbintik hitam.
Kedatangan Padvinder Muhammadiyah
menggemparkan kota Solo. Di lapangan mangkunegaran diadakan
demonstrasi-demonstrasi dan macam-macam permainan sebagai perkenalan. Padvinder
Muhammadiyah mendapat pelajaran yang sangat berharga dalam kunjungan ke JPO
Solo.
NAMA HIZBUL WATHAN
Sepulang dari kunjungan ke JPO Solo tersebut
dibicarakan nama dari Padvinder Muhammadiyah. Di rumah Bp. H. Hilal Kauman, RH.
Hadjid mengajukan nama yang dianggap cocok pada waktu itu yaitu HIZBUL
WATHAN, yang berarti Pembela Tanah Air. Hal ini mengingat adanya
pergolakan-pergolakan di luar negeri maupun di dalam negeri yaitu masa berjuang
melawan penjajah Belanda.
Nama HIZBUL WATHAN sendiri berasal dari nama
kesatuan tentara Mesir yang sedang berperang membela tanah airnya. Dengan kata
sepakat nama HIZBUL WATHAN dipakai mengganti nama “Padvinder Muhammadiyah“
tahun 1920.
Kejadian itu bertepatan dengan peristiwa akan
turunnya dari tahta Paduka Sri Sultan VII di Yogyakarta. Untuk turut menghormat
dan akan ikut mengiringkan pindahnya Sri Sultan VII dari keraton ke Ambarukmo,
diadakan persiapan-persiapan dam latihan. Pada tanggal 30 Januari 1921 barisan
HW keluar turut mengiringkan Sri Sultan VII pindah dari keraton ke Ambarukmo.
Keluarga HW mendapat penuh perhatian dari khalayak ramai. Dari saat itulah HW
terkenal pada umum. Hal ini ditambah lagi sesudah beberapa hari kemudian HW
berbaris dalam perayaan penobatan Sri Sultan VIII. Perayaan diadakan di
alun-alun utara Yogyakarta. HW turut pula dengan mengadakan demonstrasi dimuka
panggung dimana Sri Sultan VIII dengan para tamu menyaksikannya.
HW telah menjadi buah bibir masyarakat.
Demikianlah uniform HW mulai dikenal masyarakat. Maka tidak heranlah, kalau
kadang-kadang kalau ada anak Belanda atau Cina berpakaian Padvinder (NIPV)
dikatakan : “Lho, itu ada HW Landa, Lho itu ada HW Cina”, yang sebetulnya yang
dimaksud adalah Padvinder NIPV, bahkan setiap ada anak berpakaian pandu selalu
dikatakan Pandu HW.
Pada tanggal 13 Maret 1921 KH. Fachrudin
menunaikan ibadah haji yang kedua kalinya yang diantar oleh barisan Pandu HW
dan Warga Muhammadiyah sampai Stasiun Tugu Yogyakarta. KH. Fachrudin sempat
berpesan didepan anggota-anggota HW dengan menanamkan anti penjajah pada anak
HW :
“Tongkat-tongkat yang kamu panggul itu
pada suatu ketika nanti akan menjadi senapan dan bedil”
Pesan KH. Fachrudin itu ternyata benar, karena
beberapa tahun kemudian banyak anggota HW yang memegang senjata pada Zaman Jepang
dengan memasuki barisan PETA (Pembela Tanah Air) seperti : Suharto (Presiden),
Sudirman (Panglima Besar TNI), Mulyadi Joyomartono, Kasman Singodimejo, Yunus
Anis, dll.
Pesatnya kemajuan HW rupaya mendapat perhatian
dari NIPV (perkumpulan kepanduan Hindia belanda sebagai cabang dari kepanduan
di Negeri Belanda(NPV)). Pada waktu itu gerakan kepanduan yang mendapat
pengakuan dari Internasional hanyalah yang bergabung dalam NIPV tersebut.
HW MENOLAK BERGABUNG DENGAN NIPV
M. Ranelf seorang pemimpin dari NIPV dan yang
memegang perwakilan NPV telah datang di Yogyakarta menemui pimpinan HW,
mengajak supaya HW masuk ke dalam organisasi NIPV. Usaha-usaha Ranelf selaku
komisaris NIPV tiada hentinya untuk menarik HW menjadi anggota NIPV sehingga
ketika Konggres Muhammadiyah tahun 1926 di Surabaya, ia mengikuti Konggres
Muhammadiyah dari awal sampai dengan selesai.
Selanjutnya diadakan pertemuan lagi di
Yogyakarta oleh wakil NIPV, mengajak HW masuk kedalam organisasi NIPV. HW
mempunyai prinsip-prinsip yang sukar diterima oleh Padvinder. Adapun HW jika
dikatakan itu bukan Padvinder, bagi HW tidak keberatan. HW adalah Hizbul
Wathan, mau dikatakan itu padvinder atau bukan terserah yang mau mengatakannya.
KH. Fachrudin mengetahui bahwa NIPV merupakan
kepanduan yang bersifat ke Belanda an dan merupakan alat dari penjajah Belanda,
sehingga ajakan tersebut ditolak HW. Alasan HW menolak ajakan tersebut karena
HW sudah mempunyai dasar sendiri yaitu Islam, dan HW sudah mempunyai induk
sendiri yaitu Muhammadiyah. Sesuai dengan induknya HW bersemangat anti
penjajah, HW tidak dapat diatur menurut aturan NIPV.
HW PADA MASA PENJAJAHAN JEPANG
Pada permulaan jaman Jepang HW masih nampak
kegiatannya, bahkan ikut pawai yang diadakan oleh Jepang dalam rangka merayakan
UlangTahun Tenno Heika, sedangkan yang memimpin pawai tersebut Bp. Haiban
Hadjid. HW terpilih untuk ikut serta dalam pawai tersebut karena HW dalam
baris-berbaris terkenal bagus dibandingkan dengan kepanduan lainnya. Oleh
karena itu pandu-pandu dari organisasi lain memberi identitas HW sebagai PANDU
MILITER.
Kepanduan pada permulaan perndudukan Jepang
namapknya akan mendapat kesempatan hidup terus. Namun tidak lama kemudiansecara
terang-terangan Jepang melarang berdirinya organisasi-organisasi kepanduan
serta pergerakan lainnya.
Sehingga semua pandu-pandu di Indonesia tidak
aktif dari kegiatannya.
PADA MASA KEMERDEKAAN
Sesudah proklamasi kemerdekaan timbullah
keinginan untuk menghidupkan kembali organisasi kepanduan Indonesia. Sedang
bentuk dan sifatnya harus sesuai dengan keadaan, yakni suatu organisasi
kepanduan yang bersatu meliputi seluruh Indonesia dan tidak terpecah belah.
Pada akhir bulan September 1945 di Balai
Mataram Yogyakarta berkumpullah beberapa orang pemimpin pandu. Dari HW hadir
Bp. M. Mawardi dan Bp. Haiban Hadjid.
Pada tanggal 27 – 29 Desember 1945 diadakan
konggres Kesatuan Kepanduan Indonesia yang hadir lebih kurang 300 orang.
Termasuk utusan dari HW. Dalam konggres ini dengan suara bulat diputuskan
membentuk PANDU RAKYAT INDONESIA.
Anggota pengurus Kwartir Besar Pandu Rakyat
Indonesia antara lain : Dr. Mawardi (KBI), Hertog (KBI), Abdul Ghani (HW),
Jumadi (HW).
Tahun 1948 terjadilah aksi polisionil ke 2,
Belanda menduduki Yogyakarta, Ibu Kota RI.
Konggres pandu Rakyat kedua diselenggarakan di
Yogyakarta pada tanggal 20 sampai dengan 22 Januari 1950. Keputusan-keputusan
yang dihasilakn dalam konggres Pandu Rakyat Indonesia yaitu antara lain menerima
konsepsi baru yang memberi kesempatan kepada bekas pemimpin pandu untuk
menghidupkan kembali organisasinya masing-masing.
AMANAT PANGSAR JENDERAL SUDIRMAN
Pada hari Ahad Legi 19 Desember 1948 Belanda
menyerbu dan menduduki Ibu Kota RI Yogyakarta dan menangkap Presiden dan Wakil
Presiden serta beberapa pemimpin Indonesia lainnya, tetapi bukan berarti RI
telah jatuh. Pangsar Jenderal Sudirman (Pandu HW) meskipun dalam keadaan sakit
beliau pantang menyerah, keluar kota untuk memimpin perang gerilya.
Pada tanggal 29 Juni 1948 Belanda meninggalkan
Yogyakarta dan masuklah tentara RI ke Yogyakarta, yang kemudian terkenal dengan
Yogya Kembali. Pangsar Jenderal Sudirman masih dalam keadaan dan dirawat di RS
Magelang.
M. Mawardi dan beberapa orang wakil dari
Muhammadiyah menengok di RS Magelang. Pada saat itu Jenderal Sudirman
mengamanatkan kepada Mawardi selaku Wakil Muhammadiyah agar Kepanduan Hizbul
Wathan yang merupakan tempat pendidikan untuk CINTA TANAH AIR didirikan lagi.
Di samping itu juga untuk melanjutkan tujuan semula pendirian HW yaitu :
sebagai kader Muhammadiyah dalam penyebaran agama Islam. Dikatakan bahwa HW
merupakan tempat yang baik untuk mendidik anak-anak Muhammadiyah agar kelak
menjadi seorang pejuang yang cinta tanh air dan sekaligus taat pada agama. Oleh
karena itu dianjurkan pada warga Muhammadiyah agar jangan ragu-ragu lagi untuk
mendidik putra-putrinya melalui Kepanduan HW.
APEL PERESMIAN BERDIRINYA
KEMBALI HW
Untuk melaksanakan amanat Pangsar Jendral
Sudirman pada sore hari tanggal 29 Januari 1950 secara simbolis HW mengadakan
apel yang dipimpin oleh Bp. Haiban Hadjid untuk meresmikan berdirinya kembali
kepanduan Hizbul Wathan, dan pada malam harinya Pangsar TNI Jenderal Sudirman
wafat. Oleh karenanya pada waktu itu ada semboyan :
“HW BANGKIT UNTUK MELANJUTKAN KEPEMIMPINAN
JENDERAL SUDRIMAN”
Setelah HW resmi berdiri lagi banyaklah
anggota Pandu Rakyat yang dulu juga pandu HW masuk kembali ke dalam Hizbul
Wathan.
MAJELIS HW
Kepanduan Hizbul Wathan yang merupakan
organisasi bagian Muhammadiyah dalam struktur organisasinya tidak dapat
dipisahkan dari Muhammadiyah. Pimpinan Pusat Muhammadiyah Majelis HW disingkat
dengan Majelis HW adalah suatu badan pembantu Pimpinan Muhammadiyah yang
diserahi tugas melaksanakan Pimpinan, usaha Muhammadiyah dalam bidang Ke HW an.
Majelis HW adalah sebagai Kwartir Besar HW dan mempunyai Pimpinan langsung ke
bawah tingkat daerah, cabang. Anggota Majelis HW terdiri dari anggota
Muhammadiyah yang mempunyai keahlian tentang HW. Mereka ditetapkan dan
diberhentikan oleh PP Muhammadiyah.
MAJELIS HW TAHUN 1961
Ketua
: MH. Mawardi
Wk/Kb
Umum : R. Haiban Hadjid
KB
Bag. Lab : HAG Dwidjosuparto
KB
Penghela : R. Subiso Sastrowarsito
KB
Pengenal : H. Suroso
KB
Athfal : Donowardoyo
KB
Bag. Latihan : Otong Muchsin
KB
Perw. Jakarta : KH. Mansur
Anggota
: R. Dawam Marzuki
Bendahara
: Hirmas
Sekretaris
I : H. Amien Luthfie
Sekretaris
II : Achmad Sumitro, BSc
Sekretaris
III : Rofiq JA
Pustaka :
Buku Kenang-Kenangan
Reuni Pandu HW Wreda
di Yogyakarta, 14 Januari 1996
Langganan:
Postingan (Atom)